Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan jawaban atas kasus suap Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan Hakim Agung Sudragad Demyati.
Seperti diketahui, Hakim Tinggi Sudragad Demyati ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap MA.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama sejumlah pejabat MA.
Dalam kasus suap oleh aparat penegak hukum, Jokowi mengatakan reformasi di sektor hukum Indonesia diperlukan.
“Ya, yang terpenting menunggu KPK menyelesaikan proses hukumnya.”
“Saya merasa sangat mendesak untuk mereformasi ruang hukum,” kata Jokowi, Senin (26 September 2022) di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Presiden menambahkan, pihaknya telah mengarahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mapuz untuk menindaklanjuti hal tersebut.
Saya sudah perintahkan ini ke Menpolkam, mohon ditanyakan ke Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
“Saya kira kami akan mengikuti semua prosedur hukum KPK,” tambahnya, mengutip di saluran YouTube Menkeu.
Sebelumnya, koordinator urusan politik menilai perlu dilakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus terhadap Mahkamah Agung.
“Ada hakim senior yang terlibat, dan dua dari mereka harus diselidiki jika saya tidak salah.”
Dan Dr Mapuz mengatakan pada hari Sabtu (24 September 2020) bahwa “hukumannya harus berat.”
Menurutnya, hukuman berat terhadap hakim agung yang terlibat dalam OTT KPK sudah tepat.
“Karena dia seorang hakim. Hakim adalah benteng keadilan. Jika itu terjadi, jangan maafkan dia. Ini adalah era transparansi, era digital, jadi tidak ada yang harus melindunginya.”
“Anda akan menemukan apa yang Anda lindungi, apa yang Anda lindungi, dan apa yang Anda peroleh. Itu saja,” kata Mahfouz.
Diketahui KPK telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka suap oleh Mahkamah Agung.
Sepuluh tersangka diidentifikasi sebagai tersangka dalam kasus suap, yang coba dicari oleh Partai Korea di Mahkamah Agung untuk bukti yang cukup.
Di antara sepuluh terdakwa adalah Hakim Agung Sudragad Demyati, yang saat ini ditahan oleh KCP.
Juga, Sudragad Domyati dihentikan oleh Mahkamah Agung.
Kepercayaan publik mulai runtuh soal PWNU DKI Jakarta NILAI isu suap MA
melaporkan, kasus suap yang mencabut nama Hakim Agung Sudragad Dmyati menjadi perhatian publik.
Perwakilan Daerah Jakarta Nahdlatul Ulama mengatakan keberadaan isu tersebut telah melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum negara.
“Setelah polisi dibawa ke kasus Verdisambo, Kejaksaan Agung dibawa ke kasus Penanchi, dan sekarang penobatan Mahkamah Agung, penobatan Mahkamah Agung, adalah taruhan terakhir untuk peradilan di seluruh negeri. Wakil Ketua Suriah Muzaki Cholis, kini di Jakarta, mengatakan kepada wartawan, Minggu (25/September 2022) bahwa KPK OTT telah menangkap seseorang.
Ia menambahkan, “Orang bijak adalah watak Tuhan, hakim harus menjadi wakil Tuhan di bumi, dan wakil Tuhan harus jujur dan dekat dengan Tuhan.
Muzaki menilai, terungkapnya beberapa kasus tersebut merupakan bukti bahwa mafia dan kartel oligarki memiliki cengkeraman yang kuat terhadap peradilan Indonesia.
“Ini bukti geng mafia dan oligarki semakin kuat. Semakin kuat mafia, semakin kuat kerusuhan dan korupsinya,” katanya.
Menurutnya, sesempurna apapun sistem hukum, jika ada aparat penegak hukum yang melakukan kesalahan seperti itu, semuanya sia-sia.
“Sebaik apapun hukum Indonesia, ketika kewirausahaan dan penegakan hukum dirusak, hukum juga dirusak,” jelas Muzaki.
Apalagi, kata Mozuke, penetapan Mahkamah Agung sebagai tersangka suap menggerogoti kredibilitas Mahkamah Agung.
“Mahkamah Agung sudah menjadi Pengadilan Angkor dan saya berharap Ketua Mahkamah Agung diganti. Dia tidak bisa mengawasi bawahannya.”
Pesan untuk panitia seleksi juri juga jangan memilih orang yang tidak baik hati.”
(/Suci Bangun DS/Inspirasi oleh Ryan Pratama/Abdi Ryanda Shakti, Kompas.com, Kompas.tv)
Lihat berita lain terkait kasus Mahkamah Agung